Merdeka.com – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi sebesar 5,51 persen (year on year/yoy) pada Desember 2022. Sementara untuk inflasi bulanan mencapai sebesar 0,66 persen.
“Pada Desember 2022 terjadi inflasi Year on Year (yoy) sebesar 5,51 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 113,59. Juga untuk inflasi tahun ke tahun atau Desember 2022 terhadap Desember 2021 itu terjadi inflasi sebesar 5,51 persen,” kata Kepada BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Senin (2/1).
Margo menyampaikan, lonjakan inflasi pada Desember 2022 terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran jelang perayaan Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 (Nataru). Terutama, kelompok transportasi sebesar 15,26 persen.
Di susulkelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 5,83 persen, kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 1,40 persen, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 3,78 persen, kelompok perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga sebesar 4,86 persen, kelompok kesehatan sebesar 2,87 persen, kelompok transportasi sebesar 15,26 persen.
Kemudian, kelompok rekreasi, olahraga, dan budaya sebesar 3,04 persen, kelompok pendidikan sebesar 2,77 persen, kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran sebesar 4,49 persen, dan kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya sebesar 5,91 persen. Sementara kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks, yaitu: kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,36 persen.
Adapun, inflasi tertinggi terjadi di Kotabaru sebesar 8,65 persen dengan IHK sebesar 119,83. Sedangkan, inflasi terendah terjadi di Sorong sebesar 3,26 persen dengan IHK sebesar 110,95.
Di sisi lain, Margo menyatakan tahun 2022 bisa dijalani dengan baik. BPS pun merangkum beberapa peristiwa yang melatari tahun lalu, sebagai berikut, pertama, di Tahun 2022 pengendalian covid berjalan dengan baik, hal ini menyebabkan meningkatnya permintaan sehingga timbul ketidakseimbangan antara suplai dengan demand dan ini bisa memicu Berapa harga komoditas.
“Kedua, kita tahu bahwa di Tahun 2022 di sana ada perang dan ketegangan geopolitik di sejumlah wilayah mendisrupsi rantai pasok dan memicu kenaikan harga pangan dan energi,” ujarnya.
Ketiga, pengetatan sejumlah keuangan negara akibat tingginya inflasi di beberapa negara pemerintah Bank sentral menaikkan tingkat suku bunga yang akan berakibat pada Capital outflow terutama pada negara-negara berkembang. Keempat, tekanan inflasi Global di tahun 2002 ini cukup tinggi dan ini tertinggi sejak 2008 ketika ekonomi dunia pada waktu itu mengalami resesi.
Reporter: Tira Santia
Sumber: Liputan6.com [azz]
Baca juga:
Krisis Energi, Inflasi Jerman Bakal Tetap Tinggi Hingga Akhir 2024
Ekonomi Global 2023 Diperkirakan Turun Jadi 2,6 Persen di 2023
Yakin Inflasi Terkendali, BI Tak akan Naikkan Suku Bunga Secara Agresif
Pembenahan Tata Kelola Pupuk Subsidi Jadi Kunci Kendalikan Inflasi Pangan di 2023
Menengok Ekonomi Argentina, Pemenang Piala Dunia 2022 yang Hampir Terpuruk
Kemenangan Argentina di Piala Dunia 2022 Jadi Pelipur Lara Saat Ekonomi Terpuruk
Artikel ini bersumber dari www.merdeka.com.