Seperti perusahaan lainnya, 2020-2022 adalah periode yang menantang bagi Allianz Life Indonesia. Menurut Edwin Prayitno, Direktur dan Chief Financial Officer Allianz Life Indonesia, ada beberapa hal yang mesti dihadapi perusahaannya pada dua tahun terakhir. Yang paling mendasar, tentu saja pandemi Covid-19, terutama ketika varian Delta mendera. Akibat pandemi, klaim kesehatan sangat tinggi.
“Benefit yang kami bayarkan di tahun 2021 di tengah pandemi Covid-19 dengan varian Delta sebesar Rp 13,5 triliun. Ini meningkat 24% dibandingkan tahun sebelumnya,” ungkap Edwin. Angka sebesar itu dikucurkan untuk 223 ribu claim case untuk perlindungan jiwa dan kesehatan. Angka itu jauh di atas perencanaan atau target pihaknya.
“Tapi, ini merupakan suatu bentuk komitmen kami kepada seluruh nasabah. Dari sisi pemegang polis tentunya ada yang disebut moment of truth: saat klaim terjadi, apakah kami membayar klaim sesuai dengan apa yang ada dalam ketentuan polis,” katanya.
Bukan hanya klaim yang meningkat, pandemi juga menghadirkan tantangan bagi model bisnis Allianz Life Indonesia. Pola work from home (WFH) serta pembatasan aktivitas sosial membuat banyak bank yang menjadi mitra bisnis Allianz Life Indonesia menutup kantor-kantor cabangnya.
Otomatis hal tersebut memengaruhi Allianz Life Indonesia karena pola bancassurance ―kerjasama dengan pihak bank dalam rangka memasarkan produk asuransi― jadi terhambat. “Ini menyebabkan perputaran bisnis juga melambat,” ungkap Edwin.
Tantangan berikutnya, para agen mengalami kesulitan berjualan secara face-to-face di tengah pandemi. Sebelumnya, produk Allianz Life Indonesia, terutama unit link, mayoritas dijalankan (dijual) secara face-to-face. Baru di pertengahan 2021, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengizinkan perusahaan asuransi berjualan secara online dengan syarat-syarat tertentu.
Tentu saja, ini semua menjadi masalah yang tidak mudah diatasi. Sebagai CFO, Edwin beserta anggota direksi lainnya pun berupaya mengatasi tantangan tersebut. Wujudnya, mereka mengeluarkan jurus yang bertumpu pada tiga pilar: growth, quality, dan experience.
Pada sisi growth, mereka meningkatkan kualitas touch point untuk premium payment, lalu meminimalisasi risiko dan memperbaiki kepatuhan terhadap aturan serta regulasi. Kemudian, pada sisi quality, mereka meningkatkan kualitas SDM, efektivitas-efisiensi operasional keuangan, dan transformasi akuntansi dengan penerapan IFRS 17.
Adapun pada sisi experience, mereka melakukan digitalisasi dan optimalisasi proses. “Jadi, dari awal, semua yang sudah masuk ke apps kami terproses seterusnya sampai selesai untuk dicatat secara pembukuan. Kami menyediakan semua moda pembayaran premi secara digital dan terintegrasi. Digitalisasi dalam hal penjualan (juga) dari end-to-end,” Edwin menjelaskan.
Apa yang dilakukan Allianz Life…
Artikel ini bersumber dari swa.co.id.