Presiden Joko Widodo mengangkat dua isu penting ketika menerima kunjungan kehormatan para menlu ASEAN di Istana Kepresiden , Jakarta, Jumat pagi (3/2).

Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, dalam pertemuan tersebut Jokowi mengatakan bahwa ASEAN tidak boleh menjadi proksi siapapun.

“Bapak Presiden menekankan pentingnya sentralitas dan kesatuan ASEAN yang perlu terus dijaga karena ini adalah modal utama ASEAN. Dan Bapak Presiden menekankan pentingnya penghormatan terhadap prinsip-prinsip demokrasi hukum internasional, Hak Azasi Manusia (HAM) sesuai dengan apa yang ada di dalam piagam ASEAN,” ungkap Retno.

Ia menjelaskan, sewaktu menjadi Ketua ASEAN pada tahun ini, Indonesia akan menempatkan konsensus lima poin sebagai mekanisme utama ASEAN dalam menyelesaikan masalah Myanmar.

Lebih jauh, Retno mengatakan, hal lain yang disampaikan oleh Jokowi kepada para menlu ASEAN adalah ASEAN ke depannya harus bisa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di tengah ancaman resesi perekonomian global.

“Bapak Presiden kembali lagi mengingatkan bahwa kita akan dapat menjadikan ASEAN sebagai episentrum of growth, kalau kita mampu menjaga stabilitas perdamaian di kawasan,” tutur Retno.

Isi pembicaraan dalam pertemuan para menlu ASEAN dengan Jokowi, menurut Retno, substantif dan sangat signifikan. Semua menlu ASEAN, katanya, sangat mengapresiasi apa yang disampaikan oleh Jokowi, dan bersedia mendukung Indonesia sebagai pemegang posisi ketua ASEAN tahun ini.

Menlu RI, Retno Marsudi (kanan) memimpin pembukaan 32nd ASEAN Coordinating Council Meeting di Sekretariat ASEAN, Jakarta pada Jumat (3/2). Salah satu topik yang akan dibahas dalam acara tersebut adalah mengenai situasi politik di Myanmar. (VOA/Indra Yoga)

Sementara itu, peneliti muda Pusat Riset Politik Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Khanisa mengungkapkan Keketuaan ASEAN yang saat ini dipegang oleh Indonesia merupakan hal yang cukup ditunggu, dan penting untuk melanjutkan keberhasilan ajang G20 pada tahun lalu.

“Dalam konteks ASEAN keberlanjutan yang begitu penting ibaratnya kita sudah berada di sebuah titik yang tinggi. Jadi kinerja diplomasi tidak boleh turun. G20 adalah sebuah panggung global, dan ASEAN adalah panggung regional, tapi panggung regional ini yang sangat penting bagi Indonesia dimana menlu berkali-kali menegaskan bahwa kiprah kehebatan diplomasi Indonesia akan berlanjut dalam platform konteks ASEAN,” kata Khanisa.

Khanisa juga melihat bahwa dalam berbagai konteks, Jokowi ingin meninggalkan sebuah warisan yang baik ketika memegang keketuaan ASEAN. Presiden berusaha menggalang dorognan diplomatik yang cukup signifikan, bukan hanya untuk menyelesaikan berbagai konflik, tapi juga untuk menciptakan stabilitas di kawasan.

Terkait konflik di Myanmar, Khanisa cukup yakin di bawah keketuaan Indonesia akan ada titik terang.

Pembukaan 32nd ASEAN Coordinating Council Meeting, Jumat (3/2) di Sekretariat ASEAN, Jakarta yang dihadiri oleh para menteri luar negeri anggota ASEAN tanpa kehadiran perwakilan Myanmar. Timor Leste hadir sebagai pengamat acara tersebut. (VOA/Indra Yoga)

Pembukaan 32nd ASEAN Coordinating Council Meeting, Jumat (3/2) di Sekretariat ASEAN, Jakarta yang dihadiri oleh para menteri luar negeri anggota ASEAN tanpa kehadiran perwakilan Myanmar. Timor Leste hadir sebagai pengamat acara tersebut. (VOA/Indra Yoga)

Ia melihat, Indonesia akan sangat mungkin mendorong junta militer Myanmar untuk membuka diri atau melibatkan pihak-pihak lain di Myanmar untuk menyelesaikan konflik tersebut. Menurutnya, Indonesia bisa dengan kreatif membangun hubungan dan kepercayaan atau membangun koneksi dengan Junta Militer, salah satunya dengan memanfaatkan hubungan bilateral dengan Myanmar.

Ia melihat, Indonesia bisa mengirim utusan khusus atau Jokowi sendiri turun tangan untuk bertemu langsung dengan junta militer.

“Mumpung menjadi ketua ASEAN, Indonesia bisa punya kapasitas menghubungi junta. Soalnya walaupun envoy kemarin bisa masuk ke Myanmar yang dari Kamboja, iatidak berhasil bicara. Mungkin harus dicari alternatif komunikasinya dengan memanfaatkan ASEAN atau bilateral level. Atau bisa juga personal communication. Misalnya Jokowi datang ke sana. Seperti kemarin Jokowi datang sendiri ketemu Zelensky dan Putin, dengan cara semacam itu bisa juga. Kita bercermin dari strategi yang lalu. Kadang-kadang ketika kita bicara mengenai diplomasi, tidak hanya diplomasi dari kementerian, tapi bagaimana figur seorang pemimpin negara punya signifikasi khusus untuk melakukan personal approach. Pasti nilainya berbeda,” pungkasnya. [ab/uh]

Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.