Curah hujan yang tinggi menyebabkan meluapnya Sungai Gumbasa di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah pada September tahun 2022 lalu. Akibatnya, dua desa di dua kecamatan terendam banjir. Banjir yang terjadi di Sigi bukan hanya akibat perubahan iklim, tapi aktivitas ekonomi konvensional yang masih mengabaikan kelestarian lingkungan.
Sebagai upaya pencegahan, Kabupaten Sigi yang tergabung dalam anggota Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) berupaya melalukan mitigasi bencana guna mengantisipasi terhadap datangnya bencana bencana.
Sigi mengupayakan strategi mitigasi di antaranya, pertama melakukan penataan ruang sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dengan menata lahan penduduk serta perizinan lokasi sesuai RT/RW kabupaten. Kedua, melakukan reformasi lahan kritis melalui penanaman bambu baik dalam kawasan hutan melalui perhutanan sosial maupun di luar kawasan hutan dengan memanfaatkan bambu untuk energi terbarukan biomassa, untuk UKM, serta untuk mewujudkan landmark arsitektural.
“Pemerintah menargetkan menanam pohon satu juta pohon setiap tahun, dilakukan secara bertahap agar mengurangi dampak banjir ke pemukiman penduduk. Setiap pohon mempunyai sertifikat untuk ditawarkan ke global, misalnya diadopsi sementara dengan membayar Rp 100.000 setiap tahunnya”, ujar Jauhari, Kabid Bappedda PSIK Kabupaten Sigi saat ditemui SWA Online pada acara Lingkar Cerita Media 2023: Tumbuh Bersama Memperkuat Narasi Pembangunan Lestari, Kamis (09/02/2023)
Ketiga, meningkatkan kesiapsiagaan tanggap bencana, membina dan membentuk kelompok masyarakat terhadap keadaran lingkungan dan menyiapkan desa yang tangguh terhadap bencana.
“Upaya memberikan pemahaman edukasi kepada masyarakat itu, sebagai mitigasi awal agar masyarakat paham pentingnya kelestarian hutan demi mencegah bencana alam terjadi. Kami juga menyiapkan aplikasi bernama TWS Kabupaten Sigi untuk memberi informasi peringatan dini kepada masyarakat. Selain itu, di sekolah kami memasukkan pendidikan mitigasi bencana yang sudah diterapkan di sejumlah sekolah dalam bentuk muatan lokal,” jelas Jauhari.
Perda Sigi Hijau terbentuk sesaat setelah likuifaksi terjadi pada 2018 dan menjadi payung besar pembangunan Kabupaten Sigi.
Kabupaten Sigi juga menggandeng perusahaan rintisan Jejak.in yang merupakan salah satu mitra utama LTKL. Melalui teknologi Jejak.in setiap individu maupun organisasi dapat terlibat dalam pengimbangan karbon di hutan Ranjuri yang ada disana.
Partisipasi ini dapat dilakukan sesederhana dengan menghitung jumlah jejak karbon yang kita hasilkan dari aktivitas sehari-hari, dan mengimbanginya dengan mengadopsi pohon serta kredit karbon. Nantinya semua pohon dibuatkan program adopsi di dalam marketplace, warga Kabupaten Sigi maupun masyarakat di luar Sigi. Siapa saja dapat berkontribasi langsung dengan menanam pohon yang di adposi melalui Jejakin.
“Di dalam aplikasi Jejakin terdapat fitur untuk mereka yang telah berkontribusi untuk melakukan perhitungan emisi melalui kalkulator karbon. Serta, monitoring, reporting dan verification yang kemudian dapat dilakukan dalam jarak jauh tanpa perlu kesana,” ujar Fakhri N Syahrullah, Impact Manager Jejakin.
Editor : Eva Martha Rahayu
Swa.co.id
Artikel ini bersumber dari swa.co.id.