Merdeka.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajak semua pihak untuk peduli terhadap persoalan sampah. Lewat komitmen Indonesia stop wariskan sampah, KLHK menginginkan agar produsen, pihak industri dan pecinta lingkungan untuk mengelola sampah plastik dengan memperbesar kemasan atau size up serta daur ulang.

“Ini adalah kampanye untuk kesadaran. Karena itu, sebelum berbicara kebijakan pemerintah, yang paling penting adalah kampanyenya dulu, sehingga masyarakat bisa memahami persoalan yang ada di sekitar mereka,” kata Menteri LHK Siti Nurbaya di kantor KLHK. Dikutip dari keterangan tertulis kepada wartawan, Kamis (18/8).

Komitmen tersebut disepakati pemerintah yang diwakili KLHK, produsen diwakili Le Minerale, industri daur ulang diwakili oleh Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), dan komunitas penggerak lingkungan diwakili oleh Mulung Parahita pimpinan Muryansyah.

Menurut Siti, hal terberat dalam penanganan masalah sampah adalah membangun kesadaran masyarakat.

“Setelah (komitmen bersama) ini, pekerjaan rumahnya sangat banyak. Ini adalah hadiah untuk bangsa Indonesia dan kita harus lanjutkan, abadikan dan kerjakan,” tuturnya.

Dengan kolaborasi ini, semua pihak diharapkan dapat berkomitmen melaksanakan Permen LHK 75/2019 dan bekerja bersama mengelola pengurangan sampah, dengan memprioritaskan konsumsi produk kemasan besar dan mengintegrasikan kebiasaan daur ulang dan ekonomi sirkular di Indonesia.

Selain itu produsen diharapkan bisa lebih aktif mengedukasi masyarakat untuk melakukan pilah sampah dari rumah, mendukung kegiatan untuk mendongkrak angka pengumpulan (collection rate) dan daur ulang sampah (recycling rate), mendorong gerakan ekonomi sirkular sebagai bagian dari Extended Producers Responsibility (EPR).

KLHK melalui Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019, menargetkan pengurangan sampah hingga sebesar 30 persen pada tahun 2030. Target pengurangan tersebut dilakukan dengan cara antara lain mendorong produsen air minum dalam kemasan (AMDK), memprioritaskan pengurangan produk desain berbentuk mini menjadi lebih besar (size up) hingga ke ukuran satu liter, untuk mempermudah pengelolaan dan pendaurulangan sampahnya.

Di samping itu, produsen diminta juga untuk mengimplementasikan mekanisme pertanggungjawaban terhadap produk dalam kemasan plastik yang dijual, saat nantinya produk tersebut menjadi sampah.

Menanggapi kesepakatan komitmen bersama tersebut, Muryansyah mengatakan organisasinya akan terus berperan aktif mengedukasi masyarakat atau konsumen, untuk melakukan pilah sampah dari rumah.

“Pemerintah dan para pihak harus lebih serius mendukung gerakan ekonomi sirkular dan pentingnya usaha daur ulang (recycle) sebagai bagian tak terpisahkan dari upaya pengurangan sampah,” katanya.

Meski demikian, Muryansyah juga berpesan agar KLHK menetapkan prioritas aksi, misalnya dengan secepatnya mendorong produsen untuk memproduksi kemasan plastik lebih besar, dan melarang kemasan saset mini atau kemasan di bawah 1 liter untuk kemasan air minum.

“Pengumpulan sampah plastik akan lebih mudah dilakukan apabila bentuknya besar, bukan ukuran mini seperti saset sabun, deterjen atau sampo, sedotan, gelas plastik air mineral dan bungkus plastik lainnya, yang sulit didaur ulang dan tidak punya nilai ekonomi,” bebernya.

Sementara itu, Corporate Sustainability Director Le Minerale, Ronald Atmadja mengatakan pihaknya selaku produsen akan memegang komitmen yang disepakati bersama KLHK dan para pihak lainnya.

“Kami ikut dalam kesepakatan komitmen bersama ini dan terus menerus mendukung pelaksanaan Permen LHK 75/2019 sebagai bagian dari upaya menekan volume sampah di Indonesia,” terang Ronald Atmadja.

[cob]


Artikel ini bersumber dari www.merdeka.com.